Laman

Saturday, December 19, 2009

Catatan Tentang Patung Pualam

Ia berdiri mematung. Ia memang sesosok patung.

...............

Sejak pertama kali dipahat, aku baru dua kali berganti pose. Pose pertamaku, berdiri dengan satu kaki bergaya seperti balerina. Pose keduaku, duduk sambil memeluk lutut. Aku tidak tahu persis kapan lagi aku akan berganti pose.

Setiap hari aku lewat di depan patung ini. Sejak pertama kali dipahat, ia baru dua kali berganti pose. Pose pertamanya, berdiri dengan satu kaki bergaya seperti balerina. Pose keduanya, duduk sambil memeluk lutut. Kurasa ia tidak pernah tahu persis kapan lagi ia akan berganti pose.

Lelaki ini selalu saja memandangiku saat melintasi taman ini. Aku hapal betul wajahnya. Tiga lipatan di dahi. Mata yang setengah juling. Kacamata pantat botol. Siapakah dia?

Patung ini hanya diam saat kupandangi. Aku menerka-nerka apa yang sedang ia pikirkan? Penampikanku? Mata julingku? Mungkin ia sedang bertanya-tanya, siapakah aku?

Malam ini aku memutuskan untuk meninggalkan batuku. Aku butuh udara segar. Patung presiden di ujung jalan mungkin mau menerimaku menginap semalam di tempatnya.

Senang betul hari ini tempatku dikunjungi oleh patung batu dari taman. Ia terlalu ramah untuk sesosok patung. Aku tidak keberatan apabila ia ingin menginap disini seminggu lagi.

Hari ini sedikit berbeda, patung yang biasanya setia berpose untukku tiba-tiba raib. Apakah ia sudah bosan denganku?

Hari ini sedikit berbeda, lelaki yang biasanya setia memandangiku tiba-tiba raib. Apakah ia tahu kemarin aku menginap di tempat si presiden?

...............

Senja berganti malam, lelaki berkacamata pantat botol itu duduk di undakan kecil. Saat sinar bulan jatuh ke kulitnya, seketika itu kulitnya berubah menjadi pualam. Licin dan artistik. Hanya ini yang dapat ia lakukan untuk mendapatkan uang.

Patung dari taman tiba-tiba datang menghampirinya.

"Presiden, apakah anda melihat laki-laki berkacamata pantat botol belakangan ini?"

"..................."

"Ah bodohnya aku. Tentu saja kau tidak dapat menjawab pertanyaanku. Kau hanya patung."

Lalu ia berlalu.

...............

Patung taman itu menggati posenya. Sekarang ia berdiri mematung. Ah, bodohnya aku, ia memang sesosok patung.

bimo.s.hutomo
20 Desember 2009

No comments:

Post a Comment