Laman

Saturday, December 12, 2009

Catatan Untuk Film Picisan

Aku bukan laki-laki lemah. Di dalam diriku terdapat sesosok aku yang sebenarnya. Schizophrenia? Bukan. Aku yang tiba-tiba ingin mendadah lehermu dengan pisau dapur, aku yang terkadang ingin mematahkan gelas wine lalu menghujamkannya ke matamu. Hal-hal macam itu dapat dengan sangat mudah kulakukan kepadamu. Sangat mudah. Pengetahuanku tentang metode penyiksaan paling mengerikan semakin menajam seiring dengan bertambahnya film murahan yang kutonton. Adegan mata yang tercungkil dari liangnya, bibir yang sobek menganga hingga telinga, kepala yang copot dari topangannya, sering aku saksikan dalam film macam itu. Tahu, kan? Film seharga semangkok bakso yang banyak dijajakan di emper?

Temanku pernah bilang, 'kalau suka melihat hal-hal yang tidak manusiawi, kau akan mati dengan cara yang tidak manusiawi juga'. Peduli setan, Tuhan yang menentukan aku mati dengan cara apa. Aku hanya memenuhi dahaga mataku akan darah, akan nanah. Tak kurang tak lebih.

Temanku yang satu lagi sering sekali berkata, 'mungkin empatimu berada di garis kritis akibat film yang kau tonton'. Aku menolak untuk mempercayainya. Empatiku habis karena orang-orang di sekitarku tidak pernah memberiku empati. Jujurlah, pernahkah kau mencoba merasakan apa yang aku rasakan? Kurasa tebakanku tidak salah, bukan?

Film murahanlah yang melegakanku saat tangis tertahan di rongga dadaku. Film murahanlah yang melupakanku akan lilitan masalah keseharianku. Film murahanlah yang selalu dapat menghiburku saat kau punya seribu alasan untuk tidak menghiburku. Sebuah konklusi dapat ditarik dari sini, kau tidak lebih berharga daripada film paling murah!

penulis: bimo.s.hutomo
ditulis pada 25 November 2009

No comments:

Post a Comment