Laman

Monday, June 14, 2010

Debu

Pelan pelan tubuhku sudah hilang sampai lutut, sisanya habis dihempas udara malam yang kejam
Disamping kiri, mayat seorang wanita paruh baya membujur kaku. Tanpa mata. Lidah menjulur. Dan darah segar di selangkangan.

Memanggil siapapun percuma, karena hanya ada Dia dan Bapak itu.

Dia sedari tadi terus mengasah pisau makan karatan itu, yang rapuh, dan cokelat. Pelan-pelan langkah kecilnya menghampiri "Bapak itu", mencium keningnya, merogoh-rogoh kantung celananya, kancing-kancing kemeja bapak itu habis dipereteli pisau makan tua tadi. Kini Bapak itu bugil. Telanjang bulat. Yah, apa bedanya aku-pun sama.

Mereka lalu bercinta di depan mataku, pemerkosaan lebih tepatnya, bak melihat ular makan tikus.
Kejam.

Melihatnya aku tak menangis sama sekali, hebat bukan?

Kini sudah hampir fajar.

Debu beramai-ramai datang, memecah kebuntuan, aku sudah hilang sampai pusar. Dan debu tadi harusnya adalah bagian tubuhku, kini angin membawanya entah kemana. Malam semakin kejam, hempasan anginnya menderu layaknya sang petir siang bolong.

Kulihat lagi kedepan, Bapak itu terkulai layu, jatuh dari kursi besinya. Mungkin sudah mati.
Ibu yang pertama sudah, Bapak itu sudah, kini..

tinggal aku yang belum.


Waktu itu aku berumur delapan tahun, dan tidak bisa lebih.


Ditulis Oleh: Satria Adji Putusetia

1 comment: