Dari balik telepon, suaramu merambat merangkak-rangkak dengan tubuh basah yang binal. Suaramu meniupkan angin laut di pesisir, membawa nelayan pulang ke tepian sambil menjinjing jaringan ikan; tangannya wangi nyinyir. Suaramu bisa jadi angin mesra yang kawin dengan desiran ombak.
Suaramu yang lihai ucap rindu itu, menumbuhkan kembang chrysant di tengah gurun. Menjulur di sisi mata air madu putih pada hawa gersang. Lalu kamu lumerkan dengan kesegaran saat kamu mengucap sebuah-dua buah rindu, lewat nafas daun-daun kurma, lewat celah duri-duri kaktus, lewat keluhan unta-unta yang dahaga.
Suaramu yang lihai ucap rindu itu, membikin mereka tak cemas akan mati kehausan, toh kamu sudah mempersembahkan satu paradisa di mana telaga mengalir manja.
Ratusan hari kita adalah kamar yang hampa udara, dengan ratusan pulau-pulau kosong tanpa penghuni yang kali ini kamu isi dengan pretelan makhluk-makhluk paras anggun berwujud kata-kata; dari balik telepon.
Suaramu membikin aku buta akan berdinding-dinding waktu di mana ia memisah kita sejauh utara-selatan, mendepak aku sadis dan jauh dari serambi hidupmu. Dari kamar kita.
Dari balik telepon, satu tanya bikin aku setengah waras.
"Kapan kamu pulang?"
Ditulis oleh: BARDJAN TRIARTI
good job barjan
ReplyDelete