16:30 sore
Surya bersembunyi di balik tirai-tirai lembaran awan yang tipis, mengakhiri hari ini dengan jingga di seantero hidupku. Aku melangkah pergi, pulang ke tempat yang kami sebut rumah, membuka pintu kayu yang bolong disana-sini ulah rayap -rayap tak tahu diri, dengan engsel-engsel yang berdencit pelan saat pintu terbuka. Aku masuk dengan langkah gontai, cerminan lelahku hari ini, `membosankan` desahku
Cahaya redup bohlam lampu lima watt membuat mataku sedikit teduh, sayu-sayu hampir terpejam. Aku melempar tas, entah kemana, biarlah hilang, muak aku melihat buku buku pelajaran. Kini aku merebah, membanting pelan tubuhku ke atas kasur tanpa ranjang, melipat kedua tangan di atas dada, persis posisi orang mati.
05:15 pagi
Aku terbangun kaget, nafasku sulit ditarik, keringat dingin mengalir deras di sekujur tubuhku, masih tak percaya akan mimpi yang baru saja kualami, `mimpi, tadi itu mimpi` sahutku pelan dengan suara serak, mencoba menenangkan diri sendiri.
Aku membuka jendela besar di hadapanku, jendela tanpa tralis dan gorden. hanya jendela, kotak, besar, dengan kaca hitam. Sesaat nafasku kembali normal, mengisap tiupan angin semilir, segar sekali angin pagi ini, ditambah gerimis di luar sana `ah, benar benar penenang hati, luar biasa memang jendela besar ini`
Aku sedikit tersentak melihat seorang perempuan, perempuan cantik dengan rambut terurai panjang, ia membawa pisau, pisau besar yang biasanya dipakai memotong ayam-ayam di pasar tradisional. Perempuan itu terlihat begitu bernafsu, bengis, berengsek, entah kenapa baru melihatnya saja aku sudah menyimpan rasa benci.
Dan kini perempuan itu menghampiri seorang laki laki tua, aku miris melihatnya, rambutnya dapat terhitung jari, langkahnya rapuh, tangan kanannya menggengam keras tongkat kayu yang menopang jalannya, tetapi wajahnya lain, raut bahagia, tanpa dosa dan beban, mungkin sudah siap menyapa ajal, bibirnya tersenyum lebar, layaknya orang tertawa matanya pun terpejam
Detik berikutnya, darah terhempas keluar dari leher lelaki tua itu, ia dihempas pisau besar oleh si perempuan bajingan. Tubuhku gemetar melihatnya, mata serasa akan lepas dari sangkarnya, menyaksikan langsung pembunuhan di depan mata. Perempuan tadi lalu mencabik cabik tubuh lelaki tua yang kini membeku tanpa kepala, `mengerikan` sahutku pelan.
05:30 pagi
Aku terbangun kaget, nafasku sulit ditarik, keringat dingin mengalir deras di sekujur tubuhku, masih tak percaya akan mimpi yang baru saja kualami, `mimpi, tadi itu mimpi` sahutku pelan dengan suara serak, mencoba menenangkan diri sendiri.
Aku membuka jendela besar di hadapanku, jendela tanpa tralis dan gorden. hanya jendela, kotak, besar, dengan kaca hitam. Sesaat nafasku kembali normal, mengisap tiupan angin semilir, segar sekali angin pagi ini, ditambah gerimis di luar sana `ah, benar benar penenang hati, luar biasa memang jendela besar ini`
Aku melihat sekelompok pengemis dan gelandangan berdemonstrasi di luar sana, membawa poster dan tulisan tulisan besar, mengingatkan pemerintah atas tanggung jawabnya kepada kelompok seperti mereka. Mereka berteriak teriak, menyanyi nyanyi, menari nari, melempari rumah rumah dengan batu lalu bersorak, tertawa puas bukan main saat membakar sebuah mobil hitam. Bukan seperti demonstrasi pada umumnya. Aku geleng geleng kepala melihatnya.
Sebuah lemparan batu mengenai jendela besarku, menyentakkan aku dari lamunan, aku lalu menutup jendela dengan segera, jangan sampai aku jadi korban demonstrasi asal-asalan mereka.
05:45 pagi
Aku terbangun kaget, nafasku sulit ditarik, keringat dingin mengalir deras di sekujur tubuhku, masih tak percaya akan mimpi yang baru saja kualami, `mimpi, tadi itu mimpi` sahutku pelan dengan suara serak, mencoba menenangkan diri sendiri.
Aku membuka jendela besar di hadapanku, jendela tanpa tralis dan gorden. hanya jendela, kotak, besar, dengan kaca hitam. Sesaat nafasku kembali normal, mengisap tiupan angin semilir, segar sekali angin pagi ini, ditambah gerimis di luar sana `ah, benar benar penenang hati, luar biasa memang jendela besar ini`
Sial tadi semua mimpi!
06:00 pagi
Aku terbangun kaget, nafasku sulit ditarik, keringat dingin mengalir deras di sekujur tubuhku, masih tak percaya akan mimpi yang baru saja kualami, `mimpi, tadi itu mimpi` sahutku pelan dengan suara serak, mencoba menenangkan diri sendiri.
Aku membuka jendela besar di hadapanku, jendela tanpa tralis dan gorden. hanya jendela, kotak, besar, dengan kaca hitam. Sesaat nafasku kembali normal, mengisap tiupan angin semilir, segar sekali angin pagi ini, ditambah gerimis di luar sana `ah, benar benar penenang hati, luar biasa memang jendela besar ini`
Baru sadar...
Apa-apaan ini! aku dipermainkan mimpi! Peduli amat sama negara ini, yang sukanya main hakim sendiri dan cuma bisa mengkritik orang lain!
penulis: s.adji putusetia
ditulis pada 25 November 2009
No comments:
Post a Comment