Laman

Wednesday, June 30, 2010

Pelompat Jauh

Air yang mengucur deras. Tetesannya seumpama morfin bagi penyair. Lem bagi pengamen jalanan. Jatuh setitik demi setitik, konstan dan rapat, mengguyur kulit kepalaku. Merembes masuk lewat pori-pori dan memberiku napas serta inspirasi baru. Aku harus mempertahankan semangat ini. Cuma ini yang dapat menghidupiku dan adik semata wayangku.

Guratan-guratan di atas kertas kosong yang kotor telah tertoreh. Napasku kian memburu. Benar mitos tentang itu. Tentang hujan yang membuka sudut-sudut kelam dalam otak manusia. Tentang air yang melunturkan duka, segalanya yan mengganjal. Ditambah asap tebal mengepul, teh yang mendidih. Tenaga besar bagi pikiran kami, sang inspirator. Meja yang bocel ini tak akan pernah kembali baru. Atau diganti dengan marmer yang licin dan berkilap jika kau lihat dari sudut berbeda. Aku ingin terus seperti ini.

Aku rindu saat-saat itu, saat asap dari tungku mengepul menjadi candu. Saat selembar jendela tipis dengan penyangga yang panas kupangku. Saat jari-jari ini masih sehat tanpa cacat.

Angin dingin yang membuatku terpaku di tempat dudukku. Tanpa satupun pertanyaan di pikiranku. Aku harus tetap maju. Melaju. Kembali ke masa lalu.

Desau angin dan gemericik hujan menghiasi akhir Juni tahun ini. Kurang lebih tiga puluh hari. Yang mengubah jalan hidupku sedemikian rupa. Yang membuatku melompati tiga orang sekaligus. Dua telah terlupakan, satu dimiliki. Akankah ini terulang lagi?

Semua kejutan-kajutan kecil ini kuterima dengan lapang dada. Rasa sakit itu, kesal itu, lalu malu. Dari seratus lima puluh, seratus enam puluh, lalu seratus tujuh puluh. Aku cinta yang terakhir. Dari putih, lebih putih, lalu hitam. Aku cinta yang terakhir, selalu. Walaupun yang pertama tetap menjadi yang pertama. Sulit dilupakan pun sulit dipertahankan. Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri.

Aku kembali ke tempatku duduk tadi. Masih hujan. Sihirnyapun makin kuat. Aku senang menaruh hatiku di tengah hujan deras lalu kubiarkan meleleh. Ya, hujan melelehkan hatiku. Hati yang meleleh akan lebuh mudah dituangkan ke dalam bermacam cetakan. Sastra salah satunya.

ditulis oleh bimo.s.hutomo

No comments:

Post a Comment