Laman

Thursday, September 16, 2010

Pertanyaan joni, Jawaban Airlangga

Kawanku si Joni menuangkan satu banjur air kopi ke dalam cangkirku. Ia bertanya, "Apa kabar dengan agamamu, Airlangga?"

Pertanyaan Joni mampu menggunting alam semesta jadi lima sobekan. Aku mengerutkan alisku sendiri ketika kamu tanyakan itu, Joni. Bahkan tiba-tiba kopi dalam cangkirku perlahan makin sedingin es batu. Mengapa ia tak bertanya padaku, "berapa THR-mu?" atau "bagaimana mudikmu kemarin?"

Aku perlu memilir-milir kumisku jika aku punya kumis. Aku bingung. Joni menanyakan hal itu seakan dia diutus Tuhan untuk menohok aku dengan pecah-pecahan beling jikalau cangkir ini aku banting ke tanah. Seakan-akan Joni mengingatkan aku akan identitas keyakinan murni yang dipaku pada dadaku dari lahir.

Lebaran baru saja tiba kemarin, ketika semabrut senja dengan warna-warni yang merekah pada alam raya telah mengantar setiap waktu pulang kepada arlojinya masing-masing. Lebaran telah digembor-gembor umat sekalian untuk dijamu ke dalam pertemuan paling bersahaja dalam satu atap penuh senyum dan sekotak maaf yang bungkusnya syahdu; hadiah Tuhan atas tiga puluh hari yang sudah kita rekati bersama terik siang yang membikin dahaga buta, lapar yang menusuk-nusuk perut saat lelah, amarah yang ingin digamblang saat emosi disembunyikan dalam kepala, atau nafsu yang ingin dipanen di belakang otak sehat. Lebaran telah mengantar koper-koper kepada ladang piknik di mana semua rindu dibayar mahal oleh pohon yang buahnya mekar-mekar; silaturahmi.

Tapi, aku tidak merasakan lebaran sebagaimana yang telah kutulis di atas tadi. Hambar. Kawan-kawanku merasa sedih dan berat hati lebaran sudah usai. Bulan purnama sudah muram kembali,katanya.

Namun, bagiku, ketika lebaran usai, ya usai. Tunggu tahun depan.

Balik ke pertanyaan Joni. Pertanyaan Joni memojokkan aku pada ujung titik di mana panjang ruangan hati kami berakhir. Titik selanjutnya adalah jurang. Sekali saja Joni bertanya ulang tentang hal itu, maka aku akan terdorong jatuh ke dalam jurang hatiku sendiri. Karena aku tidak ingin jatuh ke dalam jurang, aku jawab saja ia secepat mungkin, sebisa mungkin. Bibirku bergetar beberapa frekuensi setiap detik.

Dengan jujur, aku jawab,

"Agamaku sudah aku taruh. Sudah aku lipat di bawah kopiah dan sarungku. Lebaran sudah usai, bukan?"

Joni menyemburkan secangkir kopinya pada wajahku, "Airlangga seorang munafik!"

No comments:

Post a Comment