Laman

Tuesday, November 23, 2010

Di Balik Telepon

Tahun 3560 Masehi.



Di pesisir pantai, sebuah gubuk reot, jauh dari hamparan cahaya gedung-gedung kota yang sekarang bukan hanya mencakar langit, tapi sudah melampaui gumpal awan.



"Halo, dengan siapakah ini?"



"Dengan saya, Si Miskin. Apakah Tuhan ada di tempat?"



"Tuhan sedang tidak bisa diganggu. Anda sedang berbicara dengan asisten Tuhan. Ada yang bisa saya bantu?"



"Hmm, begini. Seperti yang kita tahu, Pak. Bumi sudah semakin tua. Saya takut beberapa hari lagi akan terjadi kiamat."



"Anda benar. Betapa langka ada manusia yang berkata seperti itu. Tak sedikit ada yang peduli pada akhir kehidupan. Mereka semua bekerja banting tulang demi dunia. Mereka semua sangat berkoar dalam berlari mengejar dunia, padahal ada hari di balik akhir dunia yang berputar."



"Oleh karena itu, Pak. Maksud saya menelepon itu... Ehmmmm... Maaf saya agak lancang dan kurang ajar. Saya ingin bertemu Tuhan."



"Kalau boleh tahu, ada perkara apa engkau dengan Tuhan?"



"Begini....Saya ingin meminta supaya hari kiamat diundur, beberapa tahun lagi saja. Saya belum siap untuk itu. Keluarga saya masih banyak yang lapar. Saya ingin, paling tidak, melihat istri saya bangga dan selalu cukup terpenuhi kebutuhannya, atau anak-anak saya bisa sekolah sampai layak. Saya ingin melihat bagaimana mereka tumbuh besar, lalu tak akan mengulangi jejakku yang malang ini."



"Baiklah, pesan Anda telah saya save di selular saya.Tenang, akan segera saya sampaikan pada-Nya. Sudah beberapa puluh tahun ini tidak ada manusia yang menghubungi-Nya untuk memanjatkan permintaan sepertimu. Tuhan pasti akan senang ketika mengetahui masih ada manusia yang ingat untuk menghubungi-Nya."



"Oh iya, kalau begitu.. Boleh saya mohonkan satu doa lagi, Pak?"



..........................



Telepon terputus. Pulsa Si Miskin habis sudah. Ia tak bisa menghubunginya balik karena butuh waktu dan pengorbanan yang cukup banyak buat membeli pulsa.iIa harus menabung selama berbulan-bulan dari hasil pekerjaannya sebagai buruh. Kadang ia harus menyisihkan sebagian uang makannya, demi uang pulsa untuk menghubungi Tuahnnya yang sangat ia nantikan bisa diajak berbicara langsung dengannya.

Kemudian, Tuhan mengabulkan doa Si Miskin. Kiamat yang diramal-ramalkan beberapa hari itu ternyata batal terjadi. Masih ada satu manusia di bumi ini yang rela mengingatnya. Masih ada satu manusia yang masih begitu peduli dengan kebahagian hakiki yang ingin ia raih dengan keluarganya.



Tiga tahun berikutnmya, Si Miskin meninggal..




Tahun 3657 Masehi

Manusia merasa makhluk paling abadi. Manusia memiliki alat yang disebut-sebut bisa memperkokoh usia. Dengan teknologi yang mahacanggih itu, jutaan manusia yang tersisa hidup dengan kaya raya. Mereka merasa sudah memiliki dunia secara resmi. Menggengam dan mengendalikan setiap peristiwa di muka bumi. Tidak ada lagi senyum senyum getir atau tangis melarat dari satu manusia pun. Semua hidup bahagia.




namun, suatu hari, ramalan akan terjadinya kiamat muncul lagi. Semua manusia heboh. Takut mati.



"Halo, bisa saya bicara dengan Tuhan?"



"Maaf, Tuhan sedang tidak bisa diganggu. Dengan siapa saya bicara?"



"Ini saya, Si Fulan. Saya ingin memohon permintaan kepada-Nya."



"Begitu jarang. Rasanya sudah berabad-abad. Ada juga manusia yang ingin memohon permintaan. Katakanlah, nanti saya sampaikan pada-Nya."



"Begini... katanya sudah banyak tanda-tanda kiamat yang terjadi di duniaku. Bisakah engkau menambah lagi tanda-tanda kiamat itu? Dengan kata lain, supaya waktu kiamat diundur lebih lama lagi."



"Maaf, Fulan. Kami sudah kehabisan stok tanda-tanda akan terjadinya hari kiamat. Kami bingung mau menyiapkan tanda-tanda apa lagi. Semua perihal sudah Kami berikan sebai penanda hari itu. Sebagai peringatan akan terjadinya hari akhir. Tapi kalian tidak menghiraukannya."



"Aduh! Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan? Tolong tanyakan Tuhan, apa yang harus kita lakukan? ke mana kita harus berlindung? Masih banyak urusan yang belum saya selesaikan di dunia ini."



"Lebih baik begini saja, Lan. Tinggalkan dulu urusan-urusan dunia itu. Mumpung masih ada waktu. Tuhan belum mengeluarkan kata terlambat untuk mencari-Nya."



"Memang apa untungnya bagiku untuk meluangkan sisa waktuku untuk mencari-Nya? Mungkin Tuhan sudah lupa denganku. AKu sudah kurang ajar kepada-Nya."



"Tapi, tidak ada kata terlambat untuk mendapatkan kesempatan masuk surga-Nya."



"Ah.. Itu dia! Aku baru ingat sekarang. Katanya, setelah meninggal nanti, kita bisa punya kesempatan masuk surga,kan?"



Percakapan mereka belum saja terputus. Hampir terjadi perdebatan panjang di sana. Pulsa Fulan sangat banyak. Ia tak ragu akan terputus hubungan teleponnya.



"Baik, Pak. Ada satu pertanyaan yang ingin saya sampaikan sama Tuhan. Apakah Anda sebagai asisten-Nya bisa menjawab?"



"Apa?"



"Kalau boleh tau, surga itu seperti apa?"



"Surga? Akan ada air-air yang terus mengalir hingga kamu tak pernah merasa haus. Makanan-makanan enak akan selalu dihidangkan di hadapanmu, dan kamu tidak akan pernah merasa kenyang. Tidurmu akan ditemani oleh bidara-bidara yang cantik tiada tara. Hidupmu tidak akan pernah susah; semua bisa kamu dapatkan dengan sekali tunjuk. Kamu juga bisa mengendalikan apapun sesukamu. Kamu akan tinggal pada istana yang nyaman dan megah."



"Wah.. Kalau cuma begitu sih, di rumah saya juga ada."




ditulis oleh: Bardjan Triarti

No comments:

Post a Comment